Thursday, 26 January 2017

Resume Hukum Perdata

      A.    HUKUM PERDATA
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

      B.     SEJARAH HUKUM PERDATA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda.
  2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
Ø  KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUHPerdata KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.      Buku 1 tentang Orang / Personrecht
2.      Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
3.      Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
4.      Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu :
a)      Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum.
b)      Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan.
c)      Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan,
d)     Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

C.    DEFINISI HUKUM PERDATA
Definisi Hukum Perdata menurut para ahli :
1.      Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
2.      Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
3.      Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
4.      Prof. R. Soebekti, S.H.
Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.
Definisi secara umum :
Suatu peraturan hukum yang mengatur orang / badan hukum yang satu dengan orang / badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

D.    SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
  1. Menurut Ilmu Pengetahuan
Buku I : Hukum Perorangan (Personenrecht)
Buku II : Hukum Keluarga (Familierecht)
Buku III : Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
Buku IV : Hukum Waris (Erfrecht)
  1. Menurut KUHPerdata
Buku I : Perihal Orang (Van Personen)
Buku II : Perihal Benda (Van Zaken)
Buku III : Perihal Perikatan (Van Verbintennisen)
Buku IV : Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en Verjaring)

E.     BUKU PERTAMA HUKUM PERORANGAN
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri atas :
1.      Manusia / Perorangan ( Natuurlijk Persoon )
2.      Badan Hukum ( Rechtpersoon )
Status manusia sebagai subjek hukum merupakan kodrat / bawaan dari lahir, sedangkan status badan hukum sebagai subjek hukum ada karena pemberian oleh hukum.

F.     DOMISILI
Domisili / tempat tinggal adalah tempat dimana seseorang melakukan kegiatannya sehari-hari.
Macam-macam domisili :
a)      tempat kediaman sesungguhnya, terbagi atas :
-          tempat kediaman bebas : bebas memilih tenpa dipengaruhi pihak manapun.
-          tempat kediaman tidak bebas : terikat oleh pihak lain, mis: rumah dinas.
b)      tempat kediaman yang dipilih, terbagi atas :
-          dipilih atas dasar ketetapan UU : dalam hukum acara, waktu melakukan eksekusi dari vonis.
-          Dipilih secara bebas : misal dalam waktu melakukan pembayaran, dipilih kantor notaris.

G.    HUKUM PERKAWINAN
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan: suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membantuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.
Syarat dapat melangsungkan perkawinan menurut pasal 6 UUPP:
1)      Persetujuan kedua belah pihak
2)      Seseorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapat persetujuan dari orangtua, jika orangtua sudah meninggal dapat meminta persetujuan dari wali/keluarga yang mempunyai hubungan darah garis lurus keatas.
Ø  Pencegahan Perkawinan
Pencegahan perkawinan dapat dilakukan apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat. Syarat dapat melangsungkan perkawinan :
2.      pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun
    1. terkena larangan perkawinan pasal 8 UUPP
    2. tidak terikat perkawinan dgn orang lain, apabila terikat, harus mendapat izin dari istri pertama dan diizinkan pengadilan untuk kawin lagi
    3. tidak memenuhi tata cara pelaksanaan perkawinan yang telah diatur sendiri
Pihak yang berhak mencegah perkawinan :
a)      keluarga dalam garis lurus keatas dan kebawah
b)      saudara
c)      wali
d)     wali nikah
e)      pengampu dari salah satu calon mempelai
f)       pihak-pihak yang berkepentingan
Ø  Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila salah satu pihak masih terikat perkawinan dengan orang lain dan apabila perkawinan tersebut dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
Pihak yang dapat membatalkan perkawinan :
a.       keluarga dalam garis lurus keatas masing-masing pihak
b.      suami atau istri
c.       pejabat yang berwenang selama perkawinan belum diputuskan.

Ø  Akibat Perkawinan
Terhadap suami dan istri, harus:
·         Memikul kewajiban hukum, setia, hak dan kedudukan seimbang
·         Tinggal bersama
·         Suami melindungi keluarga
·         Hubungan mengikat / timbal balik
Terhadap harta perkawinan:
·         Harta bawaan tetap dibawah penguasaan masing-masing.
·   Harta perkawinan adalah benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, dengan kata lain jika terjadi perceraian, harta perkawinan harus dibagi dua sepanjang tidak ditentukan lain
Terhadap keturunan / kedudukan anak:
·  Kekuasaan orangtua mulai sejak kelahiran anak dan berakhir ketika anak dewasa/menikah/dicabut oleh pengadilan.
·    Orangtua wajib memelihara dan mendidik anak sekalipun kehilangan kekuasaan sebagai orangtua/wali.
·         Anak menjadi ahli waris yang sah.
Ø  Putusnya Perkawinan
Putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh :
§  Kematian
§  Perceraian
§  Atas keputusan pengadilan
Alasan mengajukan perceraian :
§  setelah adanya perpisahan meja dan ranjang serta pernyataan bubarnya perkawinan
§  alasan lain seperti berbuat zina, meninggalkan pihak lain tanpa alasan, melakukan KDRT, cacat badan / penyakit, tidak bisa menjalankan kewajiban, selalu terjadi pertengkaran dan perselisihan.
Akibat Putusnya Perkawinan
§  Terhadap anak dan istri:
-          Bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak atau sesuai dengan keputusan pengadilan
-          Mantan suami berkewajiban memberi biaya penghidupan kepada mantan istri.
-          Hakim dapat menunjuk pihak ketiga bagi anak
§  Terhadap harta perkawinan:
a)      Harta bawaan tetap dibawah penguasaan masing-masing
b)      Harta bersama diatur menurut hukum masing-masing, yaitu dibagi dua untuk suami dan istri
§  Terhadap status keperdataan dan kebebasan
1.      Keduanya tidak terikat lagi
2.      Bebas melakukan perkawinan dengan pihak lain sepanjang tidak bertentangan dengan UU dan agama masing-masing. Bagi wanita untuk melakukan perkawinan lagi ada masa tunggu 3 bulan. Hal ini untuk memastikan apakah mantan istri sedang hamil atau tidak.
Ø  Perkawinan campuran
Perkawinan yang dilakukan 2 orang yang berbeda kewarganegaraannya.
Perkawinan campuran berakibat pada kewarganegaraan suami/istri dan keturunannya.

H.    BUKU KEDUA HUKUM BENDA
Keseluruhan aturan hukum yang mengatur mengenai benda, meliputi pengertian, macam-macam benda, dan hak-hak kebendaan.
  1. Hukum Benda bersifat tertutup adalah seseorang tidak boleh mengadakan hak kebendaan jika hak tersebut tidak diatur dalam UU
  2. Memaksa adalah harus dipatuhi dan dituruti, tidak boleh menyimpang.
Macam-macam benda / barang
a)      Benda berwujud dan tidak berwujud. adalah, bagi benda berwujud bergerak dilakukan dengan penyerahan langsung benda tersebut, bagi benda berwujud tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.
b)      Benda bergerak dan tidak bergerak. yaitu terletak pada penguasaan (bezit), penyerahan (levering), daluarsa (verjaring), serta pembebanan (berzwaring).
-          Benda Bergerak Benda Tidak bergerak. Penguasaan Orang yang menguasai benda dianggap pemiliknya Orang yang menguasai benda belum tentu adalah pemiliknya.
-          Penyerahan Dilakukan dengan langsung Dilakukan dengan balik nama
-          Daluarsa Tidak mengenal daluarsa Dikenal daluarsa
-          Pembebanan Dengan penggadaian Dengan di hypotek, hak tanggungan.
3.      Benda habis dipakai dan benda tidak habis dipakai. Adalah terletak pada waktu pembatalan perjanjiannya.
4.      Benda yang sudah ada dan yang akan ada. Yaitu terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang atau pelaksanaan perjanjian. Sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian adalah adanya sepakat,cakap hukum, objek tertentu, dan halal.
5.      Benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan. Yakni terletak pada cara pemindahtanganan.
6.      Benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Yaitu pemenuhan prestasi suatu perikatan.
7.      Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Pada benda terdaftar, kepemilikan dapat dilacak dengan mudah sedangkan pada benda tidak terdaftar lebih sulit untuk pembuktian kepemilikan.

I.       BUKU KETIGA - PERIKATAN
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata "Perikatan" disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht) sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
1.      Bab I         - Tentang perikatan pada umumnya.
2.      Bab II        - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
3.      Bab III      - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
4.      Bab IV      - Tentang hapusnya perikatan
5.      Bab V        - Tentang jual-beli
6.      Bab VI      - Tentang tukar-menukar
7.      Bab VII     - Tentang sewa-menyewa
8.      Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
9.      Bab VIII   - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
10.  Bab IX      - Tentang badan hukum
11.  Bab X        - Tentang penghibahan
12.  Bab XI      - Tentang penitipan barang
13.   Bab XII    - Tentang pinjam-pakai
14.  Bab XIII   - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
15.  Bab XIV   - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
16.  Bab XV     - Tentang persetujuan untung-untungan
17.  Bab XVI   - Tentang pemberian kuasa
18.  Bab XVII - Tentang penanggung
19.  Bab XVIII - Tentang perdamaian

J.      BUKU KEEMPAT – PEMBUKTIAN DAN KEDALUWARSA
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
a)      Surat-surat
b)      Kesaksian
c)      Persangkaan
d)     Pengakuan
e)      Sumpah
Daluarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai "pelepasan hak" atau "rechtsverwerking" yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
1)      Bab I         - Tentang pembuktian pada umumnya
2)      Bab II        - Tentang pembuktian dengan tulisan
3)      Bab III      - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
4)      Bab IV      - Tentang persangkaan
5)      Bab V        - Tentang pengakuan
6)      Bab VI      - Tentang sumpah di hadapan hakim

7)      Bab VII     - Tentang kedaluwarsa pada umumnya

1 comment: