Friday, 20 May 2016

Sistem Demokrasi Pancasila


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Semua negara mengakui bahwa demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan.Negara yang tidak memegang demokrasi disebut negara otoriter.

Negara otoriter pun masih mengaku dirinya sebagai negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan. Sejak merdeka, perjalanan kehidupan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Dari Demokrasi Parlementer/Liberal (1950–1959), Demokrasi Terpimpin (1959–1966) dan Demokrasi Pancasila (1967–1998). Tiga model demokrasi ini telah memberi kekayaan pengalaman bangsa Indonesia dalam menerapkan kehidupan demokrasi. Setelah reformasi demokrasi yang diterapkan di Indonesia semakin diakui oleh dunia luar. Reformasi telah melahirkan empat orang presiden. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Pancasila sebagai konsep diungkapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 saat menyampaikan pidatonya yang berisikan konsepsi usul tentang dasar falsafah negara yang diberi nama dengan Pancasila. Konsepsi usul ini berisi:
1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme.
2. Perikemanusiaan atau Internasionalisme.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Maha Esa.
 Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1945, sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mencapai konsensus nasional dan gentlemen agreement tentang dasar negara Republik Indonesia. Konsensus nasional yang mendasari dan menjiwai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu dituangkan dalam suatu naskah yang oleh Mr Muhammad Yamin disebut Piagam Jakarta. Piagam Jakarta merupakan hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan, panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI, antara umat Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut :
1)      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2)      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3)      Persatuan Indonesia
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)       Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya, saat pengesahan UUD ‘45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo. Membaca sejarah pergerakan nasional di Indonesia, perubahan ini nampak bukan suatu proses d ari saat disahkannya Piagam Jakarta hingga menjadi Pembukaan UUD 1945.

B.    Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
  1. Apa pengertian dari demokrasi itu ?
  2. Apa pengertian dari demokrasi Pancasila ?
  3. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia ?
 C.   Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
  1. Untuk mengetahui hakekat demokrasi
  2. Agar lebih menghayati demokrasi Pancasila
  3. Untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia
D.   Manfaat
Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya. Dan menjadikan semua teratur tanpa terjadi hal–hal yang melewati batas norma kesopanan. Jadi jelas bahwa pendidikan Pancasila selalu diajarkan di setiap tingkat pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA/SMK agar kita menjadi manusia yang demokrasi yang selalu menghargai pemdapat orang lain, tenggang rasa dan bertanggung jawab dalam menjadi warga negara yang baik.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
a)      Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).

b)     Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan dua istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam Pembukaan UUD. Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
  1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
  2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
  3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
  4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
B.   Pancasila sebagai Ideologi
            1)      Pengertian tentang ideologi
Istilah “Ideologi” berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu faham). Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.
Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu : Pertama, pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian secara structural Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah ideologi diartikan sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe pragmatis.
Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.
Suatu ideologi digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yag terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini, ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis.
           2)      Pengertian tentang reformasi
Makna serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya dengan pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri atau swasta, dan tindakan lain yang justru tidak mencerminkan sebagai reformis. Makna “reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform” yang secara semantic bermakna “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong” (oxford advanced leaner’s dictionary of current English, 1980, dalam Wibisono 1998 : Secara harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat(Riswanda, 1998).
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut : Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideologi yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.
Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan structural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.
Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan manusiawi.
Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,brutalisme, dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.
           3)      Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebgaai filsafat bangsa / negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai dasar negara, yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan negara republik Indonesia dapat disebut pula sebagai ideologi nasional atau disebut juga sebagai ideologi negara. Artinya pancasila merupakan ideologi yang dianut oleh negara (penyelenggaraan negara dan rakyat) Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang atau sekelompok orang, disamping masih adanya beberapa ideologi yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang lain, sepanjang tidak bertentangan dengan ideologi negara, sebab Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang mana lima dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan walaupun terbedakan sebagai dasar dan ideologi pemersatu. Sebagai suatu rumusan dasar filsafat negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila. Rumusan pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara (staatidee) dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara republik Indonesia.
Sebagai cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam masyarakat (volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu didirikan. Memang sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada sejak berabad-abad silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan, norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya. Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi sebagai hasil refleksi filosofis.
Pertanyaan yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai Ideologi ? dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau ideologi terbuka dan dimana letak terbukanya ?
Secara wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh seorang filsuf Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu pengetahuan mengenai gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah ini mula-mula mengandung konotasi politik karena penggunaanya berhubungan dengan epistmologi ilmu pengetahuan..
           4)      Supremasi Hukum dalam konsep negara hukum “pancasila”
Berbicara tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang masyarakat dimana hukum itu berlaku baik yang disebut masyarakat nasional maupun internasional. Supremasi hukum didalam masyarakat nasional kita karena didalamnya ada aturan yang disebut hukum. Secara sederhana kita dapat mendefinisikan hukum sebagai aturan tentang tingkah laku manusia dimasyarakat tertentu. Aturan yang disebut hukum tadi akan terkait dengan tindakan manusia atau tingkah laku manusia didalam suatu masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau bidang, didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang budaya, pendidikan dan juga keamanan. Didalam berbagai bidang itulah manusia melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang lain melakukan interaksi dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka dibutuhkan aturan yang disebut hukum. Oleh karena itu ketika kita akan berbicara tentang supremasi hukum maka timbul beberapa pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa dimaksud dengan supremasi hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan bagaimana caranya supremasi hukum itu bisa diwujudkan. Tetapi kita pertanyaan tadi dialam kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara kepada apa yang disebut terwujudnya negara hukum.
Ketika kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum itu tentu saja tidak akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi atau Undang-undang dasar. Ini merupakan dasar yang bersifat universal yang berlaku pada tiap-tiap negara. Oleh karena itu ketika kita harus berbicara secara kongkrit tentang supremasi hukum di Indonesia pada umumnya dan khususnya Kalimantan Barat pada khususnya, kita tidak bisa lain kecuali kembali harus melihat kembali kepada konstitusi atau UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku seluruh republik Indonesia.
Jika berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan supremasi hukum yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara : pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan sendirinya negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, didalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor hukum/konstitusional.
UUD 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan.
Kalau kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah kalimat dalam kaitan dengan apa disebut negara hukum yang secara jelas disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka” ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Fonding father yang membangun negara ini. Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk menegakkan hukum sebagai salah satu piranti yang bisa dipergunakan secara tepat didalam mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa. Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa didalam negara yang dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor yang terkait dalam mwujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan dimanesfestasikan pada adanya apa yang UUD disebut.

C.   Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat dua landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara / rakyat / masyarakat / organisasi / partai / keluarga, yaitu:
1.      Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
2.      Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.

           a.      Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

1.      Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
§  Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat)
§  Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
§  Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2.      Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3.      Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4.      Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya.
5.      Adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
6.      Pelaksanaan Pemilihan Umum.
7.      Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945), yang berbunyai Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
8.      Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
9.  Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain.
10.  Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.

Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut :
a     .       Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang.
b     .      Kedudukan yang sama dalam hukum;
c     .       Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang

b     .      Makna Budaya Demokrasi
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
1)      John Locke (Inggris)
John Locke menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
a.       Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
b.      Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
c.       Kekuasaan Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat perjanjian (aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan semua orang atau badan luar negeri.
 2)      Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk menjamin, kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga negara, antara lain sebagai berikut
a.       Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
b.      Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
c.       Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan peradilan.
3)      Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat
Menurut Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, by people, and for people”. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

         c.       Budaya Prinsip Demokrasi
Pada hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Permusyawaratan adalah tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
1.      Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
2.      Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas.
3.      Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan berdasarkan atas kelembagaan.
  1. Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).
Demokrasi Pancasila juga mengajarkan prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
                 a)      Persamaan
                 b)      Keseimbangan hak dan kewajiban
                 c)      Kebebasan yang bertanggung jawab
                 d)     Musyawarah untuk mufakat.
                 e)      Mewujudkan rasa keadilan sosial.
                 f)       Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
                 g)      Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

Ada 11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk memahami perkembangan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
       a)      Pemerintahan berdasarkan konstitusi
       b)      Pemilu yang demokratis
       c)      Pemerintahan lokal (desentralisasi kekuasaan)
       d)     Pembuatan UU
       e)      Sistem peradilan yang independen
       f)       Kekuasaan lembaga kepresidenan
       g)      Media yang bebas
       h)      Kelompok-kelompok kepentingan
       i)        Hak masyarakat untuk tahu
       j)        Melindungi hak-hak minoritas
       k)      Kontrol sipil atas militer

D.   Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila 
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
  1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
  2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
  3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
  4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
  5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
  6. Menghargai hak asasi manusia.
  7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
  8. Tidak menganut sistem monopartai.
  9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
  10. Mengandung sistem mengambang.
  11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
  12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
E.   Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat heterogen, yang masih dalam tahap belajar untuk berdemokrasi. Karakter bangsa selayaknya bersumber pada nilai-nilai dan simbol kebangsaan yang kita miliki (1) . Hal ini didasarkan pada fakta bahwa bangsa Indonesia adalah “bangsa yang besar” seperti yang sering kita dengan dan kita dengungkan dalam berbagai kesempatan. Fakta tersebut memang berdasarkan pada kenyataan, bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke-lima didunia (setelah Cina, India, Rusia, Amerika Serikat) dan sejak tahun 1999 kita telah diklaim sebagai negara demokratis terbesar ketiga sesudah India dan Amerika Serikat. Selain itu, Indonesia adalah merupakan percontohan Negara Islam terbesar di dunia yang demokratis.
Suasana toleransi dan saling menghargai antar umat beragama sangat tinggi. Dapat dikatakan bahwa 90 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang totalnya sebanyak 230,6 juta jiwa adalah muslim (1) . Jumlah penduduk yang besar dapat merupakan potensi, sekaligus hambatan. Apabila penduduknya berkualitas semua maka bangsa tersebut jaya, meskipun tidak selalu menjadi negara yang “adidaya” tetapi merupakan bangsa yang mempunyai “karakter”.
Bangsa Indonesia juga dikenal sebagai bangsa dimana terdapat sifat “gotong royong” – saling membantu, dan hal ini memang tidak terdapat istilah yang setara dengan kata “gotong royong” dalam kosakata bahasa lain. Akan tetapi dalam kurun waktu kemajuan zaman dan pengarug global, sifat “gotong-royong” makin pudar dan diganti dengan sifat sifat “individualistik” serta “arogansi pribadi”. Apakah yang menyebabkan terjadinya perubahan “karakter bangsa” ini sehingga pada saat ini (tahun 2011) sering didengar bahwa bangsa Indonesia telah kehilangan karakater bangsa nya ? Memang banyak hal-hal yang mewarnai “karakter” ini bila kita cermati berbagai hal yang terkait budaya (“culture”) ataupun faktor faktor sosial lainnya maupun terkait faktor ekonomi bangsa.
Untuk itu, maka adalah tepat adanya “FORUM PEMULIHAN JATIDIRI BANGSA” atau “PELESTARIAN KARAKTER BANGSA” dapat diselenggarakan melalui pendidikan dan pengajaran di lingkungan institusi pendidikan Indonesia disemua strata agar dapat diperoleh manfaat mengembalikan martabat bangsa. Strategi umum pembangunan sdm berkualitas dalam penegakan kepribadian, penegasan kemandirian bangsa menjalin sinergi kebangkitan bangsa harus dicapai melalui pendidikan .
Disamping melalui pendidikan formal oleh institusi pendidikan, pembangunan sumber daya manusia juga dapat dilaksanakan secara non formal. Disinilah peran pembinaan kesadaran bela negara kepada setiap warga juga menjadi semakin penting dilakukan melalui berbagai upaya internalisasi guna membangun karakter dan perkuatan jati diri bangsa, sehingga mampu mengaplikasikan nilai-nilai bela negara ke semua aspek kehidupan. (2) Dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki intelektualitas baik, pendidikan diperlukan agar sebuah bangsa dapat memiliki karakter dan jati dirinya, yaitu jatidiri ke-Indonesiaan, sehingga tercipta generasi penerus yang mampu mewujudkan bangsa dan negara ini menjadi negara yang maju, mandiri dan bermartabat.
Karena inilah yang merupakan kekuatan pertahanan (soft power) bagi bangsa dan negara dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan ancaman di era global. Derasnya arus informasi era global ini, tidak berarti suatu bangsa harus kehilangan kepribadian atau jati diri, akan tetapi justru pada era inilah sebuah bangsa harus mampu menunjukkan jati dirinya. Karena, bangsa yang malang akan kehilangan jati dirinya dan niscaya akan menjadi budak bangsa lain. Ia akan terpinggirkan dari peradaban sejarah dan selanjutnya bangsa itu akan punah. Akibat dari fenomena tersebut adalah terjadinya kemerosotan ( ”dekadensi”) moral dan etika, yang akan mewarnai perubahan karakter bangsa.
Selanjutnya, Akibat dari kemerosotan ini adalah kehidupan bangsa mengalami sejumlah paradoks luar biasa: kita menikmati kebebasan dan demokrasi tetapi kita kehilangan identitas bersama. Kita mengalami kemanjuan pesat dalam pembangunan infrastruktur politik namun padas yang sama dasar-dasar kebersamaan sebagai bangsa jutsru semakin menipis, konflik kedaerahan, etnis dan agama meningkat dan tuntutan keadilan masih muncul di mana-mana. Reformasi kita rupanya sekaligus dibarengi dengan absenya pandangan kebangsaan.
Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPR. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Demokrasi Pancasila adalah sebuah sistem demokrasi pemerintahan, yang keduanya bisa dipakai di negara manapun, dengan cara masing masing di indonesia sendiri demokrasi pancasila sudah mendarah daging disetiap warga nya, karena demokrasi itu mencerminkan kehidupan bermasyarakat, sistem demokrasi / pemerintahan liberal tidak akan cocok untuk diterapkan di indonesia karena adat dan budaya negara indonesia bertolak belakang dengan negara barat, NKRI harga mati, demokrasi pancasila harus dibudayakan kepada anak cucu kita.
Makna Demokrasi Pancasila bisa bermakna keikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan perundang-undangan. Dalam demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek demokrasi, yaitu rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut serta aktif menentukan keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada yang dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Menurut beberapa pakar, demokrasi merupakan system pemerintahan yang paling baik hingga sekarang ini.  Demokrasi sendiri lahir atas adanya kesadaran bahwa dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara segala kebijakan dan pengambil kebijakan harus berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Namun apabila dilihat dari kenyataan, keterpurukan dari berbagai sector kehidupan Negara penganut demokrasi masih sangat besar, termasuk Indonesia.
Indonesia menggunakan system demokrasi pancasila yang dianggap merupakan perwujudan nilai-nilai dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang berasaskan kekeluargaan. Implementasi demokrasi pancasila sendiri telah di buktikan dengan sebuah proses pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

No comments:

Post a Comment